Minggu, 23 Maret 2014

Tokoh Wayang GATOT KACA

Kelahiran
Raja Pringgandani

adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata, putra Bimasena (Bima) atau Wrekodara dari keluarga Pandawa. Ibunya bernama Hidimbi (Harimbi), berasal dari bangsarakshasa. Gatotkaca dikisahkan memiliki kekuatan luar biasa. Dalam perang besar di Kurukshetra, ia menewaskan banyak sekutu Korawa sebelum akhirnya gugur di tangan Karna.Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer. Misalnya dalam pewayangan Jawa, ia dikenal dengan sebutan Gatutkaca (bahasa JawaGathutkaca). Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan "otot kawat tulang besi".

Menurut versi Mahabharata, Gatotkaca adalah putra Bimasena dari keluaga Pandawa yang lahir dari seorang rakshasa perempuan bernama Hidimbi. Hidimbi sendiri merupakan raksasa penguasa sebuah hutan; tinggal bersama kakaknya yang bernama Hidimba (dalam pewayangan Jawa, ibu Gatotkaca lebih terkenal dengan sebutan Arimbi. Menurut versi ini, Arimbi bukan sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri dari Kerajaan Pringgadani,negeri bangsa rakshasa).Kisah kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa. Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun, tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun. Arjuna (adik Bimasena) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong keponakannya itu. Pada saat yang sama Karna, panglima Kerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka. Karena wajah keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan kahyangan memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Narada pun menemui Arjuna yang sebenarnya. Lalu Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta, sehingga pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri bersama senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta terbuat dari kayu mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Saat dipakai untuk memotong, kayu mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. Kresna yang ikut serta menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta.
Gatotkaca versi Jawa adalah manusia setengah raksasa, namun bukan raksasa hutan. Ibunya adalah putri Prabu Tremboko dari Kerajaan Pringgadani. Tremboko tewas di tangan Pandu ayah para Pandawa akibat adu domba yang dilancarkan Sangkuni. Ia kemudian digantikan oleh anak sulungnya yang bernama Arimba. Arimba sendiri tewas di tangan Bimasenapada saat para Pandawa membangun Kerajaan Amarta. Takhta Pringgadani kemudian dipegang oleh Arimbi yang telah diperistri Bima. Suksesi kepemimpinan kelak diserahkan kepada putra mereka setelah dewasa.
Arimbi memiliki lima orang adik bernama Brajadenta, Brajamusti, Brajalamadan, Brajawikalpa, dan Kalabendana. Brajadenta diangkat sebagai patih dan diberi tempat tinggal di Kasatrian Glagahtinunu. Sangkuni dari Kerajaan Hastina datang menghasut Brajadenta bahwa takhta Pringgadani seharusnya menjadi miliknya, bukan milik Gatotkaca. Akibat hasutan tersebut, Brajadenta memberontak untuk merebut takhta dari tangan Gatotkaca yang baru saja dilantik sebagai raja. Brajamusti yang memihak Gatotkaca bertarung menghadapi Brajadenta. Kedua raksasa tersebut tewas bersama. Roh mereka menyusup masing-masing ke dalam kedua telapak tangan Gatotkaca, sehingga menambah kesaktian keponakan mereka tersebut. Setelah peristiwa itu, Gatotkaca mengangkat Brajalamadan sebagai patih baru, dengan gelar Patih Prabakiswa.

Versi Mahabharata















Kematian Gatotkaca terdapat dalam jilid ketujuh kitab Mahabharata yang berjudul Dronaparwa, pada bagianGhattotkacabadhaparwa. Ia dikisahkan gugur dalam perang di Kurukshetra pada malam hari ke-14. Perang besar tersebut adalah perang saudara antara keluarga Pandawa melawan KorawaMahabharata mengisahkan, sebagai seorang raksasa, Gatotkaca memiliki kekuatan luar biasa terutama pada malam hari. Setelah kematian Jayadrata di tangan Arjuna, pertempuran seharusnya dihentikan untuk sementara karena senja telah tiba. Namun Gatotkaca menghadang pasukan Korawa saat mereka dalam perjalanan menuju perkemahan mereka. Pertempuran berlanjut; semakin malam, kesaktian Gatotkaca semakin meningkat. Banyak prajurit Korawa yang dibunuhnya. Seorang sekutu Korawa dari bangsa rakshasa bernama Alambusa maju menghadapinya. Gatotkaca menghajarnya dengan kejam karena Alambusa telah membunuh sepupunya, yaitu Irawan putra Arjuna pada pertempuran hari kedelapan. Tubuh Alambusa ditangkap dan dibawa terbang tinggi, kemudian dibanting ke tanah sampai hancur berantakan. Duryodana, pemimpin Korawa merasa ngeri melihat keganasan Gatotkaca. Ia memaksa Karna menggunakan senjata pusaka Indrastra pemberian Dewa Indra yang bernama Vasavishakti (senjata Konta menurut pewayangan Jawa) untuk membunuh rakshasa itu. Semula Karna menolak karena pusaka tersebut hanya bisa digunakan sekali saja dan akan dipergunakannya untuk membunuh Arjuna. Karena terus didesak, akhirnya Karna melemparkan pusakanya ke arah Gatotkaca. Menyadari ajalnya sudah dekat, Gatotkaca memikirkan cara untuk membunuh prajurit Korawa dalam jumlah besar sekaligus sekali serang. Gatotkaca pun memperbesar ukuran tubuhnya sampai ukuran maksimal dan kemudian roboh menimpa ribuan prajurit Korawa setelah senjata pamungkas Karna menembus dadanya. Pandawa sangat terpukul dengan gugurnya Gatotkaca. Dalam barisan Pandawa, hanya Kresna yang tersenyum melihat kematian Gatotkaca. Ia gembira karena Karna telah kehilangan pusaka andalannya sehingga nyawa Arjuna dapat dikatakan aman.

Versi Jawa

Perang di Kurukshetra dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan nama Baratayuda. Kisahnya diadaptasi dan dikembangkan dari naskah Kakawin Bharatayuddha yang ditulis tahun 1157 pada zaman Kerajaan Kadiri. Versi pewayangan mengisahkan, Gatotkaca sangat akrab dengan sepupunya yang bernama Abimanyu, putra Arjuna. Abimanyu menikah dengan Utari putri Kerajaan Wirata, setelah ia mengaku masih perjaka. Kenyataannya, Abimanyu telah menikah dengan Sitisundari putri Kresna. Sitisundari yang dititipkan di istana Gatotkaca mendengar kabar bahwa suaminya telah menikah lagi. Paman Gatotkaca yang bernama Kalabendana datang menemui Abimanyu untuk mengajaknya pulang (Kalabendana adalah adik bungsu Arimbi yang berwujud raksasa bulat kerdil tapi berhati polos dan mulia). Hal itu membuat Utari merasa cemburu. Abimanyu terpaksa bersumpah bahwa jika dirinya memang telah beristri selain Utari, maka ia rela mati dikeroyok musuhnya di kemudian hari. Kalabendana menemui Gatotkaca untuk melaporkan sikap Abimanyu. Gatotkaca justru memarahi Kalabendana yang dianggapnya lancang mencampuri urusan rumah tangga sepupunya itu. Karena terlalu marah, Gatotkaca memukul kepala Kalabendana. Mekipun perbuatan tersebut dilakukan tanpa sengaja, namun pamannya itu tewas seketika.
Ketika perang Baratayuda meletus, Abimanyu benar-benar tewas dikeroyok para Korawa pada hari ke-13. Pada hari ke-14, Arjuna berhasil membalas kematian putranya itu dengan cara memenggal kepala Jayadrata.Duryodana sangat sedih atas kematian Jayadrata, adik iparnya sendiri. Ia memaksa Karna menyerang perkemahan Pandawapada malam itu juga. Karna berangkat meskipun hal itu melanggar peraturan perang. Setelah tahu bahwa para Korawa melancarkan serangan malam, pihak Pandawa mengirim Gatotkaca untuk menghadang. Gatotkaca sengaja dipilih karena Kotang Antrakusuma yang ia pakai mampu memancarkan cahaya terang benderang. Gatotkaca berhasil menewaskan sekutu Korawa yang bernama Lembusa. Sementara itu dua pamannya, yaitu Brajalamadan dan Brajawikalpa, tewas di tangan musuh mereka, masing-masing bernama Lembusura dan Lembusana.

Gatotkaca berhadapan dengan Karna, pemilik senjata Kontawijaya. Ia menciptakan kembaran dirinya sebanyak seribu orang sehingga membuat Karna merasa kebingungan. Atas petunjuk ayahnya, yaitu Batara Surya, Karna berhasil menemukan Gatotkaca yang asli. Ia pun melepaskan senjata Konta ke arah Gatotkaca. Gatotkaca mencoba menghindar dengan cara terbang setinggi-tingginya. Namun arwah Kalabendana tiba-tiba muncul menangkap Kontawijaya sambil menyampaikan berita dari kahyangan bahwa ajal Gatotkaca telah ditetapkan malam itu. Gatotkaca yang pasrah terhadap takdirnya berpesan supaya mayatnya bisa digunakan untuk membunuh musuh. Kalabendana setuju, kemudian menusuk pusar Gatotkaca menggunakan senjata Konta. Pusaka itu melebur dengan sarungnya, yaitu kayu mastaba yang masih tersimpan di dalam perut Gatotkaca. Setelah Gatotkaca gugur, arwah Kalabendana melemparkan jenazahnya ke arah Karna. Karna berhasil melompat sehingga lolos dari maut. Namun keretanya hancur berkeping-keping akibat tertimpa tubuh Gatotkaca. Pecahan kereta tersebut melesat ke segala arah dan menewaskan para prajurit Korawa yang berada di sekitarnya.

Sumber : Wikipedia 
Gambar : awake777wordpress.com, wayangku.wordpress.com

“Kembalikan Indonesia ke Indonesia”


Di masa atau di era pada saat ini dimana kominikasi serta berbagai kebudayaan yang dapat saling dengan mudahnya bertukar kebudayaan dan banyaknya terjadi proses asimmilasi kebudayaan di berbagai negara.
Tentu dengan adanya globalisasi masing-masing negara akan dengan mudah untuk saling mengenal kebudayaan dari negara lain. Hal ini pula yang ingin saya bahas tentang kecintaan terhadap kebudayaan tradisional indonesia yang mulau berkurang selaku kita sebagai warga negara indonesia dan mulai banayk pula yang beralih dan lebih menyukai kebudayaan modern atau negri luar.

Salah satu contohnya tentu dalam bidang kesenian tari tradisional yang mulai ditinggalkan atau berkurang minat terhadap kesenian asli indonesia , tentu banyak pula yang masih mencintai serta masih melestarikan kebudayaan tari tradisional kita ini seperti tari kecak, tari pendet, tari jaipong, tari lilin, tari saman, dan banyak lagi tentunya dengan keanekaragam kebudayaan di indonesia namun minat terhadap jenis tarian modern sekarang memang lebih besar di kalangan remaja indonesia contohnya yang sekarng ini sedang hits adalah tarian “break dance” .

Tentu tidak salah pula jika kita menyukai jenis tarian dari negri modern tersebut namun alangkah baiknya jika kita lebih mencintai serta tidak melupakan tarian asli dari budaya indonesia, karena pada saat ini banyak yang tidak mengetahui dan walaupun hanya sekedar mengenal tarian tradisional kita. Berbeda jika kita menanyakan pada anak remaja pada saat ini tentang tarian modern dari negara lain maka dengan antusiasnya akan dengan mudah mengerti dan mengetahui tarian tersebut.

Maka seharusnya kita sebagai generasi penerus harus lebih menumbuhkan rasa kecintaan terhadap ragam kebudayaan-kebudayaan yang ada di indonesia serta mampu untuk melestarikan dan menjaga kebudayaan tradisional kita dan mengenalkan kepada dunia tentang keanekaragaman kebudayaan indonesia sebagai ciri khas dari bangsa kita yang “berbhineka tunggal ika” maka dari itu kita harus “mengembalikan indonesia kepada indonesia kembali” dan mengenalkan indonesia kita yang tercinta.